Budidaya Kambing Peranakan Etawa

Budidaya ternak kambing PE harus memperhatikan beberapa aspek meliputi persiapan kandang, pemilihan bibit, pakan hijauan, pakan tambahan dan kesehatan.

Slide Title 2

Morbi quis tellus eu turpis lacinia pharetra non eget lectus. Vestibulum ante ipsum primis in faucibus orci luctus et ultrices posuere cubilia Curae; Donec.

Slide Title 3

In ornare lacus sit amet est aliquet ac tincidunt tellus semper. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH

1. SEJARAH SINGKAT

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2. SENTRA PETERNAKAN

Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

3. J E N I S

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

4. MANFAAT

Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan

pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4- 5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

1) Pemilihan bibit dan calon induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.
Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.

2) Perawatan bibit dan calon induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.

3) Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

6.3. Pemeliharaan

  1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
    Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
  2. Perawatan Ternak
    Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).

    Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
  3. Pemberian Pakan
    Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a) sistem penggembalaan (pasture fattening)

b) kereman (dry lot fattening)

c0 kombinasi cara pertama dan kedua.

  1. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
    Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
    Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
    Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
    Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

5. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

8. P A N E N

8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.

8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

9. PASCA PANEN

---

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.

Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).

2. Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.

3. Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.

4. Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.

5. Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui peningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.

6. Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.

7. Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey, Prentice-Hall, Inc.: 278-279.

8. Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.

9. Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.

10. Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.

11. Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.

12. Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong. Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.

13. Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.

14. Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference. St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.

15. Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.

16. Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.

17. Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.

18. Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 34-38.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH

1. SEJARAH SINGKAT

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2. SENTRA PETERNAKAN

Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

3. J E N I S

Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

4. MANFAAT

Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan

pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4- 5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

1) Pemilihan bibit dan calon induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.
Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.

2) Perawatan bibit dan calon induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.

3) Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

6.3. Pemeliharaan

  1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
    Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.
  2. Perawatan Ternak
    Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).

    Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.
  3. Pemberian Pakan
    Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a) sistem penggembalaan (pasture fattening)

b) kereman (dry lot fattening)

c0 kombinasi cara pertama dan kedua.

  1. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
    Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
    Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
    Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
    Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

5. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Penyakit

1. Penyakit antraks
Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

8. P A N E N

8.1. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.

8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

9. PASCA PANEN

---

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.

Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).

2. Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.

3. Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.

4. Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.

5. Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui peningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.

6. Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.

7. Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey, Prentice-Hall, Inc.: 278-279.

8. Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.

9. Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.

10. Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.

11. Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.

12. Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong. Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.

13. Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.

14. Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference. St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.

15. Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.

16. Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.

17. Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.

18. Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 34-38.

12. KONTAK HUBUNGAN

1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829

2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

BETERNAK SAPI PERAH

Dalam pemeliharaan sapi perah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :



1. Seleksi Bibit

Jenis sapi perah yang biasa dipelihara adalah sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :

- Warna bulu putih dengan bercak hitam.

- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.

- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.

- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.

- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.

- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.



2. Pakan

Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga :

a. Hijauan :

- Rumput - rumputan : Rumput gajah ( Pennisetum purpureum), Rumput Raja (King grass), setaria, benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens),

- Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal

b. Konsentrat :

Dedak, bunkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung kedelai.

c. Limbah pertanian :

Jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dll.

Pakan yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60 % dari BK (berat kering) dan 40 % Konsentrat.

Dalam hal ini hijauan yang digunakan 75 % rumput alam dan 25 % rumput unggul.

Sebagai contoh bila berat sapi 450 kg dan produksi susu 13 kg / hari lemak 3,5 % dapat diberikan pakan : rumput alam 21 kg, rumput gajah 7,5 kg dan konsentrat pabrik 6 kg.



3. Kandang dan Peralatan

kandang yang dibuat harus memenuhi syarat antara lain : Terpisah dari rumah + 10 m, drainase dan ventilasi baik, lantai tidak licin, ada penampungan kotoran dan ukuran kandang 1,5 X 2,5 m / ekor.



4. Kesehatan Hewan

Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi perah antara lain:

a. Radang Ambing / Mastitis

Penyebab : Bakteri Streptococcus agalactiae dan Staphilocossus aureus

Gejala : (pada mastitis akut) pembengkakan pada ambing, panas, keras dan terasa sakit diikuti demam, lemah dan nafsu makan hilang.

Pencegahan : Kebersihan kandang terutama pada lantai

Pengobatan : Antibiotik seperti pennicilin, Terramycin dll.

b. Antrax

Penyebab : Kuman Antrax

Gejala : Bengkak pada dada leher dan perut, keluar darah dari lubang hidung, rongga mulut, anus dan kelamin menjelang kehamilan.

Pencegahan : Vaksinasi Antrax.

c. Brucellosis

Penyebab : Kuman Brucella

Gejala : Biasanya terjadi keguguran pada kebuntingan 5 - 8 bulan.

Pencegahan : Pemeriksaan darah secara berkala, menjaga kebersihan kandang ternak, dan Vaksinasi.



5. Pengelolaan / Manajemen

a. Sapi dara : Sapi betina berumur 1 – 2 tahun atau lebih dan belum pernah beranak. Pemeliharaan dan pemberian pakan pada sapi dara sebelum beranak sangat mempengaruhi pertumbuhan.

b. Sapi Betina Dewasa : Dilakukan exercise (gerak jalan), pemeliharaan kuku, kebersihan badan, dan perlu diperhatikan perkembangan reproduksi seperti masa birahi, masa perkawinan, kebuntingan

dan beranak.

c. Pembuatan catatan meliputi catatan reproduksi dan kesehatan.



6. Pemasaran

Pemasaran dapat dilakukan melalui kelompok atau koperasi. Produk yang dipasarkan dapat berupa susu dan hasil olahannya, daging atau kulit.



7. Pasca Panen

Pasca panen sapi perah antara lain berupa produk caramel, tahu susu, kerupuk susu, abon, dendeng, sosis, tas, sepatu jaket dll.

BETERNAK SAPI PERAH

Dalam pemeliharaan sapi perah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :



1. Seleksi Bibit

Jenis sapi perah yang biasa dipelihara adalah sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :

- Warna bulu putih dengan bercak hitam.

- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.

- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.

- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.

- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.

- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.



2. Pakan

Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga :

a. Hijauan :

- Rumput - rumputan : Rumput gajah ( Pennisetum purpureum), Rumput Raja (King grass), setaria, benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens),

- Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal

b. Konsentrat :

Dedak, bunkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung kedelai.

c. Limbah pertanian :

Jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dll.

Pakan yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60 % dari BK (berat kering) dan 40 % Konsentrat.

Dalam hal ini hijauan yang digunakan 75 % rumput alam dan 25 % rumput unggul.

Sebagai contoh bila berat sapi 450 kg dan produksi susu 13 kg / hari lemak 3,5 % dapat diberikan pakan : rumput alam 21 kg, rumput gajah 7,5 kg dan konsentrat pabrik 6 kg.



3. Kandang dan Peralatan

kandang yang dibuat harus memenuhi syarat antara lain : Terpisah dari rumah + 10 m, drainase dan ventilasi baik, lantai tidak licin, ada penampungan kotoran dan ukuran kandang 1,5 X 2,5 m / ekor.



4. Kesehatan Hewan

Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi perah antara lain:

a. Radang Ambing / Mastitis

Penyebab : Bakteri Streptococcus agalactiae dan Staphilocossus aureus

Gejala : (pada mastitis akut) pembengkakan pada ambing, panas, keras dan terasa sakit diikuti demam, lemah dan nafsu makan hilang.

Pencegahan : Kebersihan kandang terutama pada lantai

Pengobatan : Antibiotik seperti pennicilin, Terramycin dll.

b. Antrax

Penyebab : Kuman Antrax

Gejala : Bengkak pada dada leher dan perut, keluar darah dari lubang hidung, rongga mulut, anus dan kelamin menjelang kehamilan.

Pencegahan : Vaksinasi Antrax.

c. Brucellosis

Penyebab : Kuman Brucella

Gejala : Biasanya terjadi keguguran pada kebuntingan 5 - 8 bulan.

Pencegahan : Pemeriksaan darah secara berkala, menjaga kebersihan kandang ternak, dan Vaksinasi.



5. Pengelolaan / Manajemen

a. Sapi dara : Sapi betina berumur 1 – 2 tahun atau lebih dan belum pernah beranak. Pemeliharaan dan pemberian pakan pada sapi dara sebelum beranak sangat mempengaruhi pertumbuhan.

b. Sapi Betina Dewasa : Dilakukan exercise (gerak jalan), pemeliharaan kuku, kebersihan badan, dan perlu diperhatikan perkembangan reproduksi seperti masa birahi, masa perkawinan, kebuntingan

dan beranak.

c. Pembuatan catatan meliputi catatan reproduksi dan kesehatan.



6. Pemasaran

Pemasaran dapat dilakukan melalui kelompok atau koperasi. Produk yang dipasarkan dapat berupa susu dan hasil olahannya, daging atau kulit.



7. Pasca Panen

Pasca panen sapi perah antara lain berupa produk caramel, tahu susu, kerupuk susu, abon, dendeng, sosis, tas, sepatu jaket dll.

Proses Susu UHT

Susu cair segar UHT dibuat dari susu cair segar yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang sangat singkat untuk membunuh seluruh mikroba, sehingga memiliki mutu yang sangat baik. Secara kesuluruhan faktor utama penentu mutu susu UHT adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku susu UHT cair segar adalah sususegar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizi. Hal inididukung oleh perlakuan pra panen hingga pasca panen yang terintegrasi.Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yangmemadai, bebas dari antibiotika dan bahan-bahan toksis lainnya. Dengandemikian, sapi perah akan menghasilkan susu dengan komposisi gizi yang baik.Mutu susu segar juga harus didukung oleh cara pemerahan yang benar termasukdi dalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan mikrobiologis dengansanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja. Susu segar yang baru diperahharus diberli perlakuan dingin termasuk transportasi susu menuju pabrik.Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu UHT jugaharus dilakukan dengan sanitasi yang maksimum yaitu dengan menggunakan alat-alat yang steril dan meminimumkan kontak dengan tangan. Seluruh proses dilakukan secara aseptik. Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih. Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tanganmanusia sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar kesehatan internasional. Dengan demikian teknologi UHT dan kemasan aseptik multilapis menjamin susu UHT bebas bakteri dan tahan lama tidak membutuhkan bahan pengawet dan tak perlu disimpan di lemari pendingin hingga 10 bulan setelah diproduksi.

UJI KUALITAS SUSU

BAB I

PENDAHULUAN


Susu adalah salah satu dari hasil ternak selain daging dan telur. Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi seimbang. Susu dipandang sebagai bahan mentah yang mengandung sumber zat-zat makanan penting. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, mineral dan vitamin.

Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam produksi dan perdagangan susu. Derajat mutu susu hanya dapat dipertahankan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan dan berakhir dengan kerusakan susu.


BAB II

PEMBAHASAN


Standar Mutu Susu

Mutu atau kualitas susu merupakan hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau panca indera. Sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat diuji dengan pancra indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensi.

Sifat kimiawi susu menunjukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat kimia tertentu termasuk adanya cemaran. Sifat mikrobiologis susu menunjukkan jumlah mikroba yang ads didalam susu serta beberapa parameter lain yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroba.

Dalam praktek, mutu susu sering disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu, mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologis susu. Bahkan dalam menguji mutu susu sering hanya dilakukan terhadap beberapa atribut yang dianggap penting, misalnya bobot jenis, kadar lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara menyeluruh mutu susu harus menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan basil penilaian sifat-sifat susu akan mencerminkan nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu susu segar yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan seperti tercantum pada Tabel 1.

Pemeriksaan Warna

Prinsip : Warna air susu menunjukkan adanya zat/materi tertentu di dalamnya.

Alat Bahan : Tabung reaksi, air susu.

Prosedur :Air susu dituang dalam tabung reaksi, kemudian
diamati warna yang ada.

Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam-garam didalam susu. Warna kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna normal tersebut, kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan, atau kehijauan. Warna kebiruan kemungkinan diakibatkan berkembangnya bakteri Bacillus cyanogenes atau kemungkinan susu ditambafi air. Warna kemerahan sering disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah mengalami sakit, khususnya mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan merupakan refleksi kandungan vitamin B kompleks yang relatif tinggi.

Cara pengujian warna susu yaitu dengan menempatkan beberapa mililiter susu kedalam tabung reaksi dan kemudian diamati warnanya. Untuk mempertegas warna susu, dibelakang tabung dapat diberi kertas berwarna putih.

Tabel 2. Warna air susu dan materi penyebabnya

Putih

Kebiru­biruan

Kuning Merah Kehijauan

Refleksi dari butir-butir lemak, bahan keju dan garam-garam terhadap sinar matahari.

Adanya penambahan air (diharapkan dalam penjualan air susu digunakan wadah transparan)

Kandungan karoten

Eritrosit-eritrosit atau haemoglobin Kandungan vitamin B Kompleks

Pemeriksaan Bau

Alat bahan : Tabung reaksi, kapas penutup, penjepit tabung reaksi, dan air susu.

Prosedur : Masukkan air susu kedalam tabung reaksi, tutup.

Susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Bau pakan dan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah mempengaruhi bau susu tersebut.

Uji bau dilakukan dengan cara memasukkan susu kedalam tabung reaksi dan ditutup dengan kapas. Tabung berisi susu tersebut segera dihangatkan. Pada suhu 35°C sambil dikocok atau digoyang perlahan-lahan dan hati-hati, kemudian tutup kapas dibuka dan dibau.

Pemeriksaan Rasa

Prinsip : Kandungan laktosa susu dalam air susu berpengaruh terhadap rasa kemanisannya.

Prosedur : Air susu diambil menggunakan pipet beberapa tetes, kemudian rasakan.

Susu segar yang normal adalah sedikit mans yang ditimbulkan karena kandungan laktosa didalam susu. Tingkat kemanisan susu bervariasi tergantung tinggi rendahnya kandungan laktosa. Adanya garam juga mempengaruhi rasa susu.

Rasa dan bau susu sering kali sulit dipisahkan dan keduanya bergabung menghasilkan kesan spesifik yang disebut sebagaiflavor susu. Potineni and Peterson (2005) melaporkan bahwa senyawa vanilin didalam susu yang terdegradasi menjadi asam vanilat dapat menyebabkan Off-flavor selama penyimpanan. Degradasi tersebut terkait erat dengan reaksi oksidatif dari enzim xanthine oksidase yang secara intrinsik ada didalam susu. senyawa lain yang ikut berperan menentukanflavor susu adalah beberapa senyawa phenol khususnya alkyl-phenol (Kilic and Lindsay, 2005).

Uji rasa dilakukan dengan cara mengambil beberapa tetes susu kemudian dirasakan. Akan tetapi bila bau susu sudah sedikit asam, maka disarankan untuk tidak melanjutkan uji rasa.

Pemeriksaan Konsistensi

Prinsip : Konsistensi air susu dipengaruhi oleh penambahan materi.

Alat bahan : Erlenmeyer, air susu.

Prosedur : Air susu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu digoyang perlahan-lahan, amati dinding Erlenmeyer apakah ada endapan atau tidak.

Konsistensi susu menunjukkan imbangan jumlah air dan bahan padat yang ada d idalam susu sebagai suatu emulsi yang baik. Apabila ke dalam susu ditambahkan bahan-bahan tertentu maka konsistensi susu dapat berubah, sehingga sistem emulsi terganggu dan beberapa komponen susu terpisah dari air.

Cara pengujian konsistensi susu yaitu dengan menempatkan 20-50 ml susu kedalam tabung erlenmeyer, kemudian tabung digoyang perlahan-lahan. Selanjutnya dinding tabung diamati dan jika ada endapan pada dinding tabung maka konsistensi susu dianyatakan tidak normal.

Pemeriksaan Masak

Prinsip : Air susu yang berkualitas balk tidak pecah bila dipanaskan.

Alat bahan : Tabung reaksi, penjepit tabung, pemanas, air susu.

Prosedur : Masukkan 5 ml air susu kedalam tabung reaksi kemudian dipanaskan. Setelah mendidih lalu didinginkan dan diamati apakah terbentuk endapan atau tidak dan diamati apakah susu pecah atau tidak. Percobaan pemeriksaan masak dilakukan secara duplo.

Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah (menggumpal) bila dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu. Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Terjadinya penggumpalan diakibatkan oleh adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan.

Cara pengujiannya yaitu dengan memasukkan 5 ml susu kedalam tabung reaksi dan dipanaskan. Setelah mendidih lalu didinginkan dan diamati adanya endapan atau gumpalan-gumpalan kecil pada Binding tabung. Bila terbentuk gumpalan, uji didih dinyatakan positif. atau susu disebut pecah. Artinya susu bermutu jelek. Sebaliknya, bila tidak terbentuk gumpalan maka uji didih dinyatakan negatif, yang artinya susu bermutu baik.

Pemeriksaan Alkohol

Prinsip : Koagulasi protein susu pada saat ditambah alkohol karena keasaman

Alat bahan : Tabung reaksi dan pipet berskala, air susu, alkohol 70%.

Prosedur : Pada uji alkohol dilakukan dua tahap pengujian

1. Susu sebanyak 5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian, ditambahkan alkohol 70 % sebanyak 5 ml.

2. 5 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan alkohol 70 % sebanyak 10 ml.

Pengujian tahap dua dilakukan jika pada pengujian pertama tidak terjadi penggumpalan/air susu tidak pecah.

Untuk mengetahui kemunduran kualitas susu dapat jugs diketahui dengan uji alkohol. Prinsip, uji alkohol mirip dengan uji masak, yaitu untuk mengetahui susu pecah dengan penambahan alkohol.

Prosedur uji alkohol yaitu dengan cara memasukkan 10 ml susu ke dalam tabung reaksi besar kemudian ditambahkan 10 ml alkohol 70% dan digojog pelan-pelan. Apabila terjadi endapan pada dinding tabung, maka uji dinyatakan positff atau susu disebut pecah.

Uji Reduktase

Prinsip :Enzim reduktase ini mereduksi zat warna

biru dari MB (Methylen Blue) menjadi larutan tak

berwarna.

Alat dan bahan :Tabung reaksi, inkubator, pipet, pengukur

volume, stopwatch, air susu, methylen blue, parafin

cair.

Percobaan :Terjadi perubahan warna.

Prosedur :10 ml air susu dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, kemudian ditambah dengan 0,25 ml MB

kedalam air susu tersebut dan dikocok-kocok

sampai homogen. Campuran air susu dan MB

dalam tabung reaksi tersebut kemudian ditutup dengan

parafin cair. Selanjutnya diinkubasi pada suhu

37°C, setiap 30 menit diamati perubahan warna

yang terjadi.

Tujuan uji reduktase adalah untuk memprediksi jumlah mikroba didalam susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Pada prinsipnya mikroba didalam susu menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi zat warna biru. dari "methylen blue" (MB) menjadi tak berwarna. Apabila kedalam susu dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu tersebut berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut berangsur-angsur hilang. Lama waktu hilangnya warna biru atau waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah mikroba didalam susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya.

Uji reduktase dilakukan dengan cara menempatkan 20 ml susu kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan MB (0,0075%) sebanyak 0,5 ml dan tabung ditutup dengan plastik atau paraffin cair serta di kocok-­kocok. Tabung tersebut diinkubasi pada suhu 37°C dan diamati perubahan warna yang terjadi pada menit ke-20 dan ke-60 serta selanjutnya setiap satu jam. Berdasarkan waktu reduksi dapat ditentukan kualitas susu yang diuji

Pemeriksaan Total Asam

Prinsip :Alkali akan menetralkan asam bila keduanya

dicampur

Alat dan bahan :Buret dengan skala 0,1 ml, Tabung

pengukur, Botol Erlenmeyer 100 ml dua buah,

larutan NaOH 0,1 N, Larutan PP 1%

Prosedur :Kedalam 2 botol erlenmeyer diisikan masing-

masing 25 ml air susu. Ke dalam tabung

ditambahkan beberapa tetes (± 0,5 ml) larutan PP.

Kemudian titrasi air susu larutan dalam

Erlenmeyer tersebut sehingga warna merah muda

tak hilang bila di kocok. Botol kedua dititrasi pula

clan dipakai sebagai pembanding.

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui derajad keasaman susu. Semakin besar derajad keasaman susu, semakin buruk kualitas susu segar. Derajad keasamanmenunjukkan banyak sedikitnya asam yang terbentuk didalam susu akibat pertumbuhan mikroba. Berda­sarkan pengertian tentang keasaman susu (pada Bab 2), maka yang diukur dalam pengujian ini adalah titratable acidity.

Bahan yang digunakan untuk uji keasaman adalah larutan NaOH 0,25 N dan larutan indikator pp, 2%. Sedangkan peralatan yang diperlukan meliputi buret dengan skala 0,1 ml, labu ukur dan tabung erlenmeyer 100 ml. Secara ringkas prosedur uji keasamanan yaitu dimulai dengan memasukkan 50 ml susu kedalam erlenmeyer dan kemudian ditambah larutan indikator pp, 2% beberapa tetes (sekitar 0,5 ml). Susu ini dititrasi dengan NaOH 0,25 N yang telah ditempatkan didalam buret hingga wama merah muda tidak hilang bila dikocok. Derajad keasaman dihitung berdasarkan jumlah ml NaOH yang diperlukan untuk titrasi.

Penetapan kadar total asam dihitung dalam persen setara asam laktat dapat ditentukan sebagai berikut (Lampert, 1970). Sampel susu sebanyak 9 gram atau 10 mlditetesi phenolphathalein (pp) 1% sebanyak 3 tetes dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi diakhiri ketika warna sampel berubah menjadi merah muda dan tidak berubah. Total asam ditentukan dengan rumus:

V1xNxB

Total Asam = ---------- X100%

V2 x 1000Keterangan:

V1 = Volume NaOH (ml)

N = Normalitas NaOH

B = BM Asam Laktat (90)

V2 = Volume sampel yang dititrasi

Ada beberapa penjelasan yang perlu diketahui dalam penentuan keasaman susu setara asam laktat. Setiap mililiter 0,1 N alkali (NaOH) akan menetralkan 0,009 g asam laktat. Jika 9 g susu diencerkan 2x volumenya dengan H20, kemudian dititrasi, maka setiap ml 0,1 N naOH yang digunakan setara dengan 0,1% asam laktat. Larutan pp 1% digunakan sebagai indikator untuk titrasi. Larutan ini tidak berwarna didalam suasana asam dan berwarna merah muda (pink) didalam suasana alkali. Penggunaan larutan pp sekitar 2 ml.

Pemeriksaan pH

Alat dan bahan :Cara praktis yang sering digunakan ialah pH

meter elektronis, beker gelas, kertas saring. air

susu, larutan Buffer, Aquadest

Prosedur : pH meter elektronis

1. Hidupkan ON/OFF

2. Sebelumnya dibersihkan katoda indikator dengan aquades sehingga netral (pada pH tertera 7)

3. Kemudian bersihkan dengan tissue

4. Siapkan air susu pada beker gelas

5. Celupkan katoda indikator tetapi sebelumnya hares pada posisi nol, sehingga kita akan menclapatkan nilai pH yang sebenarnya dari air susu.

Nilai pH merupakan cerminan jumlah ion H+ dari asam didalam susu yang diakibatkan oleh pertumbuhan mikroba. Tujuan dari uji pH adalah mengetahui tingkatkeasaman susu sehingga dapat diperkirakan tingkat kualitas dan keamanan susu untuk dikonsumsi.

Cara praktis uji pH yang Bering digunakan yaitu dengan menggunakan pH meter elektrik. Pada prinsipnya berbagai macam (merk) pH meter dapat digunakan. Sebagai kontrol digunakan larutan bufer (pH 4 dan 7) dan/atau akuades (pH 7). Susu yang baik mempunyai pH sekitar 6,3-6,8.

Pemeriksaan Berat Jenis

Prinsip :Benda yang dimasukkan kedalam cairan menclapat gaga

keatas sebesar berat air yg dipindahkan

Alat dan bahan :Gelas Ukur Volume 500 ml clan Laktodensimeter,

air susu

Prosedur percobaan :

1. Pemeriksaan berat jenis sebaiknya dilakukan 3 jam setelah air susu diperah.

2. Pengadukan air susu harus sempurna.

3. Tuangkan air susu kedalam tabung tanpa menimbulkan buih ± 500 mi.

4. Masukkan Laktodensimeter secara perlahan-lahan ke dalam gelas ukur yang berisi air susu.

5. Setelah tenang, bacalah skala berat jenis (BJ).

6. Baca suhu air susu.

7. Apabila berat jenis menunjukkan lebih dari skala desimal harus ditaksir.

8. Dilakukan 3 kali pengamatan (dengan sedikit sentuhan padalaktodensimeter).

Berat jenis dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Berat Jenis

= 1 + Skala + (27,5 – T) x 0,0002

1000

T = Suhu susu

Bobot jenis atau berat jenis merupakan perbandingan berat dari sejumlah volume susu yang dapat mencerminkan kemurnian susu tersebut. Bobot jenis susu yang normal adalah sebesar 1,0260-1,0280. Apabila bobot jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut maka menunjukkan adanya penambahan air kedalam susu. Sebaliknya bila bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan penambahan suatu bahan padat kedalam susu.

Alat yang digunakan untuk uji bobot jenis yaitu Laktodensimeter, gelas ukur volume 500 ml dan termometer. Caranya, susu diisikan kedalam gelas ukur,kemudian laktodensimeter dimasukkan/dicelupkan kedalam susu tersebut dan selanjutnya dibaca skala laktodensimeter. Hasil pembacaan nilai bobot jenis susupada suhu tertentu harus dikonversikan ke nilai bobot jenis pada suhu 27,5°C.

Pemeriksaan Kadar Lemak

Prinsip :Dapat mengetahui kadar lemak susu sehingga dapat

memperkirakan mutu/kualitas air susu.

Alat dan bahan : Beker gelas, Pipet Scala, Centrifuge, Butyrometer,

Penangas Air, Sumbat karet, H2SO4 91 % - 92 % , Amyl

alkohol, air pangs ± 650C

Prosedur percobaan : Metode GERBER

1. Air susu diaduk hingga sempurna bercampur, dituang dalam beker gelassatu yang lain

2. Beri tanda sampel pada Butyrometer dengan mulut diatas.

3. Kedalam masing-masing Butyrometer diisi 10 ml H2SO4 dari pipet (mulutpipet diletakkan ke dinding Butyrometer) dan air susu 11 ml dialirkan pelan­pelan. Sedemikian pula sehingga kedua cairan tersebut tetap terpisah.

4. Isikan masing-masing 1 ml amyl alkohol dari pipet otomat kedalam butyrometer.

5. Butyrometer disumbat dengan penyumbat karet yang diputar sedalam­dalamnya.

6. Butyrometer satu persatu dibungkus dengan lap clan clikocok dengan sempurna sehingga ticlak terdapat bagian-bagian yang padat, warns menjadi keunguan.

7. Masukkan Butyrometer ke dalam penangas air selama 5 menit dengan suhu 65°C (bagian skala harus selalu diatas).

8. Aturlah sumbat sehingga seluruh lemak berada dalam skala.

9. Masukkan butyrometer ke dalam sentrifuge/pemusing (skala dipusat).

10. Pusingkan selama 3 menit dengan kecepatan 1200 rpm.

11. Penyumbat diatur sedemikian rupa sehingga lemak berada di bagian yang berskala.

12. Masukkan ke dalam alat penangas lagi selama 5 menit pada suhu 56°C.

13. Butyrometer di lap clan skala dibaca.

Penentuan kadar lemak susu dapat dilakukan dengan beberapa metode menggunakan alat tertentu seperti Babcock, Gerber, Te-sa, Mojonier, Soxhlet dan Milko-Tester (Hadiwiyoto, 1983). Prinsip uji kadar lemak susu dengan metode Babcock, Gerber dan Te Sa adalah memisahkan lemak dengan cara menambahkan asam sulfat ke dalam susu dan kemudian diikutipemusingan (sentrifus). Lemak yang terpisah tersebut ditentukan jumlahnya berdasarkan skala yang ada pada alat. Sebagai contoh, penentuan kadar lemak susu dengan metode Gerber dilakukan dengan cara memasukkan 11 ml H2SO4 ke dalam tabung Gerber. Ke dalam tabung tersebut segera dimasukkan 11 ml susu dan 1 ml amyl alcohol, kemudian tabung ditutup rapat dan dikocok dengan kuat sehingga terbentuk warna ungu kehitaman. Setelah itu tabung disentrifuse selama beberapa merit dan selanjutnya dipanaskan dalam penangas air. Dengan cara ini lemak susu akar terpisah danjumlahnya dapat ditentukan dari skala pada tabung.

Prinsip kerja metode Mojonnier dan Soxhlet adalah mengekstrak lemak susu menggunakan suatu pelarut seperti petroleum eter, etil eter atau pelarut lemak lainnya. Selanjutnya dilakukan pemisahan lemak dengan pelarutnya, sehingga jumlah lemak dapat ditentukan. Pengujian dengan Milko-tester susu, yang kemudian ditransformasi menjadi energi listrikmenunjukkan sinyal besarnya kadar lemak.

Lemak susu juga dapat dianalisis dengan metode spetroskopi, misalnya dengan infra merah (IR, infra red atau NIR, near infrared) dan modifikasinya. Ohtani et al. (2005) melaporkan tentang analisis lemak susu dengan metode spektroskopi menggunakan probe serat optic tipe insersi telah digunakan di lapangan (dairy farm).

Pengukuran viskositas

Prosedur : Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan

alat viskotester VT-03. Viskotester tersebut terdiri dari 3

rotor yaitu rotor 1, rotor 2, rotor 3 dengan kisaran masing-

masing 30 - 200 poise, 15 - 30 poise, 0,3 - 15 poise. Air

susu yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam

wadah. Selanjutnya dipilih rotor 3 dan dipasangkan pada

viskotester. Tombol ditekan kearah “on” sehingga jarum

viskotester akan bergerak menunjukkan angka-angka. Jika

gerak jarum sudah stabil dalam menunjukkan satu angka

tersebut merupakan besarnya viskositas air susu yang

diukur.

Faktor yang mempengaruhi viskositas susu ialah konsentrasi dan keadaan protein, konsentrasi dan keadaan lemak, susu dan lamanya susu disimpan. Susu lebih berat dari air karena susu merupakan suatu sistem koloidal kompleks, yaitu air sebagai medium dispersi antara lain mengandung garam-garam dan gula dalam larutan.


BAB III

PENUTUP


Susu merupakan salah satu dari hasil ternak selain daging dan telur. Susu merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan dengan proporsi seimbang. Susu dipandang sebagai bahan mentah yang mengandung sumber zat-zat makanan penting. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, hidrat arang, mineral dan vitamin.

Penanganan susu mulai dari peternak sampai industri pengolahan susu membutuhkan waktu yang cukup lama. Keadaan ini sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi awal mikroba yang mengakibatkan menurunnya kualitas susu. Kerusakan susu dapat dihambat apabila penanganan sejak dari peternak dilakukan secara sehat, bersih dan diadakan usaha untuk meningkatkan keawetan susu segar. Salah satu usaha tersebut pendinginan susu. Proses pendinginan mampu menghambat aktivitas mikroorganisme perusak, sehingga dapat memperpanjang daya simpan susu segar.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto, S. 1983. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta

Legowo, A.M., Kusrahayu., dan Mulyani.S. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu. BP UNDIP. Semarang

SNI (Standar Nasional Indonesia). 1992. SNI 01-3141-1992 tentang Syarat Mutu Susu Segar. Dewan Standarisasi Nasional-DSN, Jakarta.